IMU_report
HIDUP adalah PERJALANAN. Berbagai PENGALAMAN dan PELAJARAN menjadi kisah yang terangkai di sepanjang jalan yang terlewati. Tak ada yang sia-sia dari semua kisah yang tercipta, kesemuanya dapat menjadi inspirasi dan bahan renungan.
IMU_preneur
Keseimbangan kehidupan terjadi manakala ada titik temu antara sikap idealis dan realis. Sikap Idealis, menuntun kita untuk berorientasi pada pengabdian yang tidak berhitung nominal. Sikap Realis, menuntun kita untuk berorientasi pada kompetensi yang mendatangkan nominal. Saat kedua sikap itu digabungkan dengan sebuah rumusan yang cerdas nan bijak, maka menjadilah kita sebagai sosok yang utuh.
IMU_organizer
Dunia terus bergerak, perubahan terus tertoreh. Semua peristiwa dalam kehidupan, adalah momentum yang tak boleh terlewatkan untuk disikapi. Selalu ada hal yang dapat diwacanakan, selalu ada kegiatan yang dapat dilakukan. Manusia memiliki energi yang butuh untuk dimanifestasikan. Pemanifestasian dalam paradigma positive action adalah sebuah keharusan.
Sabtu, 28 Juni 2014
Kamis, 13 Februari 2014
REPUBLIKA.CO.ID,
JAKARTA -- Larangan pemakaian jilbab bagi polisi wanita dinilai telah melanggar
sedikitnya tiga nilai. Aktivis PP Aisyiyah Mataram NTB, Ira Mariyah Ulfah,
menyebut ketiga hal itu adalah pelanggaran HAM, pelanggaran UUD 1945, dan
pelanggaran atas penggunaan identitas Muslim.
Jilbab,
kata Ulfah, merupakan identitas perempuan Muslim dan sebagai kewajiban
menjalankan perintah agamanya, sehingga tidak ada alasan melarang wanita
menggunakan jilbab. Apalagi, di banyak negara Barat dan Eropa dengan penduduk
Muslim minoritas saja memperbolehkan polisi berjilbab, seperti di Amerika
Serikat, Inggris, dan Hungaria.
"Ini
jelas melanggar HAM universal yang diakui dunia dan ditegaskan dalam
undang-undang dasar kita," kata pengajar di Universitas Muhammadiyah
Mataram itu, Senin (9/2).
UUD
memberi tempat kepada seluruh warga untuk kebebasan berekspresi dan beragama.
Karena itu, Ulfah menegaskan pelarangan jilbab oleh Polri tidak hanya melukai
HAM, tetapi juga melanggar UUD 1945.
UUD 1945
Pasal 29 ayat 2 menyatakan negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk
memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agama dan
kepercayaannya itu. Ulfah mengatakan konstitusi tertinggi tidak boleh
digugurkan oleh konstitusi di bawahnya, apalagi oleh sebuah SK Polri.
Islam
adalah agama terbesar di Indonesia dan nilai-nilainya telah banyak dileburkan
dalam sistem hukum nasional. Pelarangan jilbab polwan, menurut Ulfah, sama saja
mengingkari realitas identitas keislaman Indonesia tersebut.
Cukup
banyak anggota korps polisi wanita (polwan) yang ingin berseragam dengan
memakai jilbab. Sayangnya, keinginan itu terbentur peraturan institusinya yang
mengatur tentang penggunaaan seragam Polwan berjilbab/busana Muslimah di luar
Polda Nangroe Aceh Darussalam (NAD).
Dalam
Kebijakan Kapolri No Pol: Skep/702/IX/2005 tentang Sebutan, Penggunaan Pakaian
Dinas Polri dan PNS Polri, secara eksplisit tidak tertulis larangan berjilbab.
Namun semua anggota harus mengenakan seragam yang telah ditentukan, dan seragam
berjilbab tidak ada dalam seragam yang ditentukan tersebut. Secara implisit,
berjilbab dilarang bagi anggota polwan selama berada dalam waktu dinas.
Sumber
http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/14/02/10/n0rh0r-larangan-polisi-jilbab-langgar-tiga-nilai
Jilbab, kata Ulfah, merupakan identitas perempuan Muslim dan sebagai kewajiban menjalankan perintah agamanya, sehingga tidak ada alasan melarang wanita menggunakan jilbab. Apalagi, di banyak negara Barat dan Eropa dengan penduduk Muslim minoritas saja memperbolehkan polisi berjilbab, seperti di Amerika Serikat, Inggris, dan Hungaria.
UUD 1945 Pasal 29 ayat 2 menyatakan negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agama dan kepercayaannya itu. Ulfah mengatakan konstitusi tertinggi tidak boleh digugurkan oleh konstitusi di bawahnya, apalagi oleh sebuah SK Polri.
Islam adalah agama terbesar di Indonesia dan nilai-nilainya telah banyak dileburkan dalam sistem hukum nasional. Pelarangan jilbab polwan, menurut Ulfah, sama saja mengingkari realitas identitas keislaman Indonesia tersebut.
Cukup banyak anggota korps polisi wanita (polwan) yang ingin berseragam dengan memakai jilbab. Sayangnya, keinginan itu terbentur peraturan institusinya yang mengatur tentang penggunaaan seragam Polwan berjilbab/busana Muslimah di luar Polda Nangroe Aceh Darussalam (NAD).
Dalam Kebijakan Kapolri No Pol: Skep/702/IX/2005 tentang Sebutan, Penggunaan Pakaian Dinas Polri dan PNS Polri, secara eksplisit tidak tertulis larangan berjilbab. Namun semua anggota harus mengenakan seragam yang telah ditentukan, dan seragam berjilbab tidak ada dalam seragam yang ditentukan tersebut. Secara implisit, berjilbab dilarang bagi anggota polwan selama berada dalam waktu dinas.
Sumber
Minggu, 22 Desember 2013
Bagi dunia, ibu mungkin hanya seseorang. Tapi bagi seorang anak, ibu adalah dunianya. Ibu adalah sinar yang mencerahkan siang dan cahaya yang menerangi malam anak-anaknya.
http://www.republika.co.id/berita/nasional/politik/13/12/22/my7e8k-ibu-harus-ambil-peran-di-ruang-publik
Kamis, 19 Desember 2013
Sarif sudah belajar merantau sejak sekolah SMP. Setelah menamatkan sekolah di SDN Inpres, Sarif pergi merantau dengan bersekolah di SMPN 3 Langgudu, kemudian melanjutkan ke SMAN 2 Kota Bima, dan sekarang sedang kuliah di FKIP prodi Bahasa Inggris Universitas Muhammadiyah Mataram semester V.
Saat ditanya apa cita-citanya, dengan sigap Ia menjawab : "Gubernur NTB" !!! Sejenak IMU_report tersentak mendengarnya, dalam hati bergumam, "ah mungkin ini hanya sebatas keinginan yang setiap waktu, setiap saat, setiap naik kelas, akan berubah seperti kebanyakan anak-anak jika ditanya cita2".
Dan untuk memastikan apakah menjadi Gubernur NTB itu hanya sekedar keinginan sesaat Sarif ataukah cita2 yang serius, maka IMU_Report melontarkan pertanyaan berlapis : "Apa rencana langkah2 yg akan dilakukan agar bisa sampai pada cita2 tersebut?, apa motivasinya?, adakah tokoh yang menginspirasi?". Bla... Bla... Bla... Berbagai pertanyaan diajukan oleh IMU_report kepada Sarif yang pernah menjabat sebagai ketua OSIS sewaktu SMP tersebut.
Layaknya seorang pejabat publik yang sedang menjalani Fit and ProperTes, Sarif menyimak pertanyaan demi pertanyaan, menjawabnya dgn sangat tenang, dgn confident level yg absolutely Perfect. "Begini... Tokoh yang paling sy kagumi adalah orangtua saya, langkah2 yg akan sy lakukan untuk sampai ke kursi Gubernur adalah : selepas kuliah sy akan mengabdi dulu menjadi dosen untuk meningkatkan kualitas diri dan membangun nama serta networking, dan tentunya sekaligus menyiapkan kemampuan finansial. Kemudian sekitar tahun 2030 sy akan mencalonkan diri sebagai Anggota Legislatif, dan 2040 sampailah kpd Cita2 untuk menjadi Gubernur NTB, insyaalloh", demikian tuturnya dengan sangat terperinci.
"Motivasi sy adalah karena sejak remaja sy memiliki minat dan kemampuan berbicara di depan umum, sehingga sy fikir hal tersebut dapatlah sy dedikasikan, khususnya untuk NTB", ujar mantan Ketua Umum PII Kab/Kota Bima ini memaparkan lebih lanjut.
Sudah dua event, IMU_report menyaksikan Sarif mengikuti lomba debat. Pertama, dalam Lomba Debat Politik di Fisipol Univ. Muhammadiyah Mataram, dimana Sarif dan teamnya berhasil menyandang gelar juara pertama. Kedua, dalam Debat Konstitusi se Kota Mataram di Universitas Mataram, dimana Sarif dan team berhasil juara di peringkat ketiga.
Kemampuannya mengurai permasalahan, mendeskripsikan solusi, berargumentasi, kecerdasan & kekritisan, serta kesantunannya dalam bertutur telah membuat Sarif dihormati kawan, disegani lawan.
Mampukah Ia sampai pada cita-citanya kelak? Atau malah pencapaiannya dapat melebihi cita-citanya? Mungkin Menteri? Atau malah bisa jadi Presiden...? Dimana ada kemauan, pasti ada jalan. Itulah profil calon Gubernur NTB 2040...