Sabtu, 28 Juni 2014




Tetaplah BAIK, tetaplah MELANGKAH, jadilah PEMENANG...
LoveNrespect_iramariyahulfah



SUKSES bukanlah semata tentang
seberapa CEPAT kita dapat
mewujudkan CITA-CITA,

Tetapi tentang seberapa BERNILAI kita
ketika CITA-CITA itu terwujudkan.

#reorientasi Nilai Identitas Kader
LoveNrespect_iramariyahulfah

Kamis, 13 Februari 2014

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Larangan pemakaian jilbab bagi polisi wanita dinilai telah melanggar sedikitnya tiga nilai. Aktivis PP Aisyiyah Mataram NTB, Ira Mariyah Ulfah, menyebut ketiga hal itu adalah pelanggaran HAM, pelanggaran UUD 1945, dan pelanggaran atas penggunaan identitas Muslim.
Jilbab, kata Ulfah, merupakan identitas perempuan Muslim dan sebagai kewajiban menjalankan perintah agamanya, sehingga tidak ada alasan melarang wanita menggunakan jilbab. Apalagi, di banyak negara Barat dan Eropa dengan penduduk Muslim minoritas saja memperbolehkan polisi berjilbab, seperti di Amerika Serikat, Inggris, dan Hungaria.

Polwan Berjilbab

"Ini jelas melanggar HAM universal yang diakui dunia dan ditegaskan dalam undang-undang dasar kita," kata pengajar di Universitas Muhammadiyah Mataram itu, Senin (9/2).
UUD memberi tempat kepada seluruh warga untuk kebebasan berekspresi dan beragama. Karena itu, Ulfah menegaskan pelarangan jilbab oleh Polri tidak hanya melukai HAM, tetapi juga melanggar UUD 1945.
UUD 1945 Pasal 29 ayat 2 menyatakan negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agama dan kepercayaannya itu. Ulfah mengatakan konstitusi tertinggi tidak boleh digugurkan oleh konstitusi di bawahnya, apalagi oleh sebuah SK Polri.
Islam adalah agama terbesar di Indonesia dan nilai-nilainya telah banyak dileburkan dalam sistem hukum nasional. Pelarangan jilbab polwan, menurut Ulfah, sama saja mengingkari realitas identitas keislaman Indonesia tersebut.
Cukup banyak anggota korps polisi wanita (polwan) yang ingin berseragam dengan memakai jilbab. Sayangnya, keinginan itu terbentur peraturan institusinya yang mengatur tentang penggunaaan seragam Polwan berjilbab/busana Muslimah di luar Polda Nangroe Aceh Darussalam (NAD).
Dalam Kebijakan Kapolri No Pol: Skep/702/IX/2005 tentang Sebutan, Penggunaan Pakaian Dinas Polri dan PNS Polri, secara eksplisit tidak tertulis larangan berjilbab. Namun semua anggota harus mengenakan seragam yang telah ditentukan, dan seragam berjilbab tidak ada dalam seragam yang ditentukan tersebut. Secara implisit, berjilbab dilarang bagi anggota polwan selama berada dalam waktu dinas.

Sumber
http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/14/02/10/n0rh0r-larangan-polisi-jilbab-langgar-tiga-nilai

Minggu, 22 Desember 2013


Bagi dunia, ibu mungkin hanya seseorang. Tapi bagi seorang anak, ibu adalah dunianya. Ibu adalah sinar yang mencerahkan siang dan cahaya yang menerangi malam anak-anaknya.

Seorang ibu rela mempertaruhkan nyawa untuk melahirkan anak yang telah disayanginya sejak masih dalam rahim. Namun melahirkan, bukanlah akhir dari pembuktian kasih sayang seorang ibu. Membesarkan, mendidik, memberi teladan, mencukupkan kebutuhan, dan memberi kasih sayang sebanyak yang dibutuhkan, adalah serentetan pembuktian cinta seorang ibu yang dilakukan dengan tulus, bukan semata menjalankan kewajiban.

Dengan ketulusan yang sama, seorang ibu juga akan merelakan dirinya mendedikasikan diri untuk menjalankan kewajiban sebagai anggota masyarakat. Sebagai perempuan, seorang ibu memang memiliki peran ganda, yaitu di ruang domestik dan di ruang publik.

Menjadi seorang pendidik, aktivis sosial, pengusaha, pejabat publik, atau politikus, adalah beberapa pilihan aktivitas yang dapat dilakukan untuk menjalankan kewajiban di ruang publik. Tidak selalu harus yang mendatangkan keuntungan finansial, tapi yang perlu dipastikan adalah aktivitas yang dilakukan dapat bermanfaat untuk diri sendiri, keluarga dan sesama.

Sebagai contoh misalnya, untuk ikut merumuskan regulasi terbaik tentang konsep pendidikan nasional yang menyangkut nasib masa depan anak-anak secara nasional, maka jalur politik dapat dipilih sebagai anggota legislatif yang salah satu tugasnya adalah membuat Undang-Undang, termasuk Undang-Undang tentang Pendidikan Nasional. Dengan demikian, manfaat yang ditorehkan, bukan hanya semata untuk anak kandung sendiri, melainkan dapat dirasakan oleh semua peserta didik di republik ini. Sehingga dengan meresapi contoh tersebut, menunjukkan bahwa peran domestik dan publik ketika dilakukan secara bersamaan, dapatlah menjadi kewajiban yang saling bersimbiosis mutualis.

Menjalankan peran domestik dan publik secara bersamaan bukanlah hal yang mudah, tapi juga bukan hal yang mustahil. Yang diperlukan adalah kebijaksanaan sikap dalam menentukan arah dan merumuskan langkah. Selain itu, dukungan dan kebesaran hati keluarga sangat diperlukan agar peran ganda tersebut dapat dijalankan secara harmonis.

Hari ini, 22 Desember, IMU_report mengucapkan Selamat hari ibu untuk semua Ibu di dunia; Ibu adalah, cahaya hidup yang selalu mencerahkan dan menerangi langkah anak-anaknya....

http://www.republika.co.id/berita/nasional/politik/13/12/22/my7e8k-ibu-harus-ambil-peran-di-ruang-publik

Kamis, 19 Desember 2013



Friendly, Smart, Humble... itulah kesan pertama yang terpancar dari penampilannya. Putra Bima kelahiran 9 Januari 1993 ini bernama lengkap SARIF HIDAYAT. 

Sarif sudah belajar merantau sejak sekolah SMP. Setelah menamatkan sekolah di SDN Inpres, Sarif pergi merantau dengan bersekolah di SMPN 3 Langgudu, kemudian melanjutkan ke SMAN 2 Kota Bima, dan sekarang sedang kuliah di FKIP prodi Bahasa Inggris Universitas Muhammadiyah Mataram semester V.

Saat ditanya apa cita-citanya, dengan sigap Ia menjawab : "Gubernur NTB" !!! Sejenak IMU_report tersentak mendengarnya, dalam hati bergumam, "ah mungkin ini hanya sebatas keinginan yang setiap waktu, setiap saat, setiap naik kelas, akan berubah seperti kebanyakan anak-anak jika ditanya cita2".

Dan untuk memastikan apakah menjadi Gubernur NTB itu hanya sekedar keinginan sesaat Sarif ataukah cita2 yang serius, maka IMU_Report melontarkan pertanyaan berlapis : "Apa rencana langkah2 yg akan dilakukan agar bisa sampai pada cita2 tersebut?, apa motivasinya?, adakah tokoh yang menginspirasi?". Bla... Bla... Bla... Berbagai pertanyaan diajukan oleh IMU_report kepada Sarif yang pernah menjabat sebagai ketua OSIS sewaktu SMP tersebut.

Layaknya seorang pejabat publik yang sedang menjalani Fit and ProperTes, Sarif menyimak pertanyaan demi pertanyaan, menjawabnya dgn sangat tenang,  dgn confident level yg absolutely Perfect. "Begini... Tokoh yang paling sy kagumi adalah orangtua saya, langkah2 yg akan sy lakukan untuk sampai ke kursi Gubernur adalah : selepas kuliah sy akan mengabdi dulu menjadi dosen untuk meningkatkan kualitas diri dan membangun nama serta networking, dan tentunya sekaligus menyiapkan kemampuan finansial. Kemudian sekitar tahun 2030 sy akan mencalonkan diri sebagai Anggota Legislatif, dan 2040 sampailah kpd Cita2 untuk menjadi Gubernur NTB, insyaalloh", demikian tuturnya dengan sangat terperinci.

"Motivasi sy adalah karena sejak remaja sy memiliki minat dan kemampuan berbicara di depan umum, sehingga sy fikir hal tersebut dapatlah sy dedikasikan, khususnya untuk NTB", ujar mantan Ketua Umum PII Kab/Kota Bima ini memaparkan lebih lanjut.

Sudah dua event, IMU_report menyaksikan Sarif mengikuti lomba debat. Pertama, dalam Lomba Debat Politik di Fisipol Univ. Muhammadiyah Mataram, dimana Sarif dan teamnya berhasil menyandang gelar juara pertama. Kedua, dalam Debat Konstitusi se Kota Mataram di Universitas Mataram, dimana Sarif dan team berhasil juara di peringkat ketiga. 

Kemampuannya mengurai permasalahan, mendeskripsikan solusi, berargumentasi, kecerdasan & kekritisan, serta kesantunannya dalam bertutur telah membuat Sarif dihormati kawan, disegani lawan. 

Mampukah Ia sampai pada cita-citanya kelak? Atau malah pencapaiannya dapat melebihi cita-citanya? Mungkin Menteri? Atau malah bisa jadi Presiden...? Dimana ada kemauan, pasti ada jalan. Itulah profil calon Gubernur NTB 2040...



 




Selasa, 17 Desember 2013



Songket adalah salah satu hasil karya budaya masyarakat di Indonesia. Hampir setiap provinsi memiliki corak motif songketnya masing-masing. Unik dan indah. Keindahan songket haruslah dilestarikan. Pelestarian budaya songket dapat dilakukan dengan cara memperkenalkan kepada setiap generasi, menggunakannya, dan tentunya memproduksi secara simultan.

Akan lebih baik lagi jika ada regulasi pemerintah yang mengkondisikan songket sebagai sebuah karya budaya yang harus digunakan, bukan semata terdisplay di ruang-ruang museum. Misalnya, mewajibkan semua pekerja di perkantoran untuk menggunakan songket setiap hari besar nasional. Tentu hal tersebut secara otomatis dapat dijadikan sebagai upaya pelestarian budaya songket, dan juga dapat menstimulus rasa bangga akan budaya kita sendiri, serta dapat dijadikan ciri khas berbusana kita di mata internasional.

Jadi, bagi yang belum pernah menggunakan songket, IMU_report mengajak masyarakat Indonesia untuk ikut serta melestarikan songket dengan cara berbusana (kain) songket, khususnya pada hari-hari besar nasional. Marilah kita MENENUN BUDAYA dalam SONGKET. Ayok, mari kita ber-SONGKET !!!.












KEINDAHAN alam raya ciptaan TUHAN sungguh luas tak terbatas. Gunung tinggi menjulang dengan rimbun pepohonan pinus di sepanjang jalan berkelok, lembah dan ngarai, telaga jernih, padang savana, lautan lepas, pasir di sepanjang pantai, adalah serentetan keindahan yang takkan ada habisnya untuk dinikmati. Menyejukkan mata fisik, menenangkan mata batin.

Pejamkanlah mata, dengarkanlah gemericik air mengalir di selokan kecil yang memanjang di kaki bukit. Berpadu irama dengan suara pipit kecil yang bersiul riang. Hangatnya mentari pagi menyentuh kulit, sinarnya menerobos di sela-sela ranting pohon akasia yang rimbun. Sungguh menakjubkan menikmati semua sensasi keindahan yang terangkai dari titik matahari terbit sampai batas horizon.

Lalu, bilakah semua keindahan ini akan bertahan? Akankah modernitas dapat menjaga kelestarian alam? Mampukah perkembangan zaman terjadi tanpa mengikis pesona katulistiwa?. Entahlah... 

Tetapi setidaknya, memori kita dapat menjaga keindahan itu tetap utuh dalam kenangan, sekalipun keindahan itu sendiri secara nyata telah hilang dari pandangan mata. Pertanyaannya; mampukan memori itu kita bagi dengan anak-anak kita? dengan generasi penerus kita? Sepertinya sulit, karena belum ada teknologi yang dapat mentrasfer memori dari satu orang ke orang lainnya dengan metode visualisasi, layaknya file data dari satu flask disk yang dapat di copy paste ke flask disk lainnya secara visual.

Lalu apa? Kanvas! ya, Kanvas, seperti juga media dokumentasi lainnya, kanvas dapat dijadikan sebagai media untuk merekam keindahan alam, tentunya dalam bentuk lukisan. Tidak akan sesempurna aslinya, tapi setidaknya dapat menjaga memori keindahan berlangsung lebih lama bahkan dapat diwariskan pada generasi berikutnya.

Tidak semata merekam keindahan alam. Melalui kanvas, kita juga dapat mendokumentasikan gambar diri seseorang yang penting dalam kehidupan kita; orangtua, sahabat waktu kecil, ataupun tokoh idola kita. Keindahan yang tertoreh bersama mereka dapat diabadikan dalam kanvas. Sehingga walaupun jarak, waktu, maupun maut telah memisahkan, maka kehadirannya akan tetap dapat dirasakan melalui gambarnya yang ada di kanvas. Maka kerinduanpun dapatlah sedikit terobati.

Jadi, biarkanlah Kanvas berbicara. Jadikanlah KEINDAHAN dalam HIDUP, diabadikan pada KEINDAHAN dalam KANVAS.